Di zaman
informasi yang begitu cepat dan instan ini perlahan mengubah paradigma, pola
pikir dan mental kebanyakan manusia. Banyak notificationsyang
mengusik kehidupan mulai pagi hingga malam hari. Akibatnya kehidupan kita
terutama kesehatan mental dan lahir semakin terganggu. Acapkali saat kitascroll beranda
media social, ada saja yang membuat kita semakin tidak mensyukuri kehidupan
ini. Membandingkan dengan orang lain yang membuat kita jauh dari bahagia.
Justru berat hidup di zaman sekarang yaa? Mau bahagia aja sulit.
Era
informasi sudah memasuki sendi-sendi kehidupan sehari-hari. Bahkan urusan perut
pun juga tidak ketinggalan. Tinggal buka ponsel pintar , cari makanan yang kita
mau, dan tunggu beberapa saat makanan kita akan hadir. Gaya hidup seba cepat
dan instan sudah menjangkiti sebagian masyarakat dunia.
Hedonisme
dan konsumtif pun sudah menjadi kanker stadium 4 di masyarakat Indonesia.
Perilaku yang senang mengumbar kemewahan dan tidak bisa mengontrol antara
keinginan dan kebutuhan. Nalar dan logika menjadi tumpul untuk bisa menjadi
landasan melangkah. Arus kas keuangan yang semakin berantakan karena masih
belum bisa membedakan asset dan liabilitas. Menutup utang dengan utang, menutup
kesalahan dengan kesalahan. Membeli barang yang semakin turun nilainya dan
nilai rupiah yang juga semakin turun karena inflasi. Membuat kita semakin
terjajah dan jauh dari kata merdeka dan berdaya.
Saat
ada mobil, motor , baju, gadget mengeluarkan seri terbaru. Tanpa disadari nafsu
gengsi menyeruak keluar. Membuat kita melakukan segala cara untuk membeli
barang tersebut. Tanpa sadar menambah kolom liabilitas kita.
Cicilan, iuran dan pajak yang masih membengkak. Menjadi predator keuangan yang
siap menerkam kita kapanpun. Apalagi tanpa ada dana darurat. Walaupun mempunyai
beberapa mobil, motor, gadget dan rumah terbaru, itu sebenarnya tidak mempunyai
asset apapun. Kekayaan kita NOL BESAR. Yang justru membuat kita semakin gemar
mengutang dan menambah cicilan.
Kecerdasan
keuangan masyarakat Indonesia masih sangat rendah. 90% masyarakat Indonesia
bahkan tidak memiliki asset yang cukup untuk masa pension nanti. Akibatnya anak
cucu mereka pun membiayai orang tua atau sekarang bisa dikenal generasi
sandwich. Kebanyakan kita tabu atau bahkan jijik mendengar kata uang.
Sebenarnya apa yang ditakuti soal uang?
Kekayaan
bukanlah jumlah uang yang kita miliki. Bukan berapa banyak jumlah harta benda
yang kita banggakan. Bukan apa yang ada didalam kertas yang ada di dompet kita.
Toh tiap tahun inflasi di Indonesia mencapai 5% ditambah bunga bank 3%. Dulu
dengan uang 100 ribu bisa membeli barang yang begitu banyak, beberapa tahun
kedepan hanya membeli beberapa barang aja.
Ditambah
peraturan soal uang berubah saat tahun 1974 dimana Presiden USA Nixon
memutuskan untuk keluar dari standar emas dunia dan menetapkan standar keuangan
pada dollar USA. Mencetak banyak uang untuk memberikan utang dan menambah
utang. Dan kita tahu saat ini Amerika Serikat lah negara pengutang terbesar di
dunia.
Uang
hanyalah bonus , iya hanya bonus saat kita mau terus belajar dan mengembangkan
jiwa entrepreneur. Justru keadaan sekarang sedang terbalik, mengejar uang
mati-matian tanpa meningkatkan kecerdasan keuangan. Apakah kita mau semakin
terjajah nafsu dan ego keakuan dan gengsi. Yang semakin membuat kita terpuruk
dan jauh dari kata bahagia. Tubuh dan kesehatan jiwa semakin menurun karena
cepatnya informasi yang tidak mampu kita sikapi dengan bijak.
Kapitalisme,hedonisme dan konsumtif yang semakin merongrong kehidupan.
#kampungtangguhsemeru
0 Komentar