Tepat 74 tahun yang lalu, bangsa
Indonesia khususnya arek-arek Suroboyo melawan penjajah
sekutu. Rakyat Surabaya rela mengorbankan jiwa raga agar anak cucu kedepan
tidak merasakan sakit yang mereka rasakan.
Aksi heroic rakyat Surabaya yang
berhasil mengusir sekutu tersebut, akhirnya pemerintah memutuskan untuk
menetapkan 10 November sebagai hari pahlawan. Momen dimana sekali dalam setahun
kita merenungkan agar melanjutkan perjuangan untuk bangsa Indonesia. Lalu apa
yang sudah kita perbuat? Tentu saja pajak yang sudah kita bayar untuk negeri
ini.
Zaman semakin berkembang, teknologi,
pola pikir dan gaya hidup juga semakin berkembang pesat. Populasi di dunia juga
bertambah banyak diperkirakan tahun 2050 jumlah penduduk Bumi sebanyak 10
miliar. Mau tinggal dimana kon?
Trend penjajahan sudah semakin berbeda
dibanding 50 tahun lalu. Tidak perlu menggunakan biaya besar. Seperti ucapan
Bung Karno “perjuangan kita kedepan semakin sulit karena melawan rakyat Indonesia
sendiri.” Bisa dihitung berapa jumlah kasus konflik saudara terjadi? Berapa
jumlah korban jiwa dan materi? Coba tanyakan ke pemerintah apakah mereka
ditanggung BPJS? Bayar dulu lah.
Peringatan yang kita rayakan tiap tahun
apakah hanya formalitas acara saja? Apakah bisa menyelesaikan masalah bangsa
ini? Apakah solusinya dan langkah yang dilakukan hanya semu atau tepat sasaran?
Atau bahkan hanya memendam dan mengakumulasi masalah dan menjadi bom waktu di
suatu hari?
Berapa banyak uang yang menjadi bancakan politikus
yang dikelola BUMN? Jangankan tigkat pusat, coba lihat pemda kita
masing-masing. Berapa persen anggaran yang terserap untuk kegiatan yang tepat
sasaran? Apakah mereka mau transparan? Mau dibuka prosesnya dalam penganggaran
kegiatan? Berapa kali politikus kita mampang di TV dan mengucapkan sumpah janji
setia dan taat hukum Negara?
Atau jangan-jangan mereka, para pejabat
public, pejabat yang kita harapkan untuk menyelesaikan masalah masyarakat,
hanya melindungi diri mereka sendiri? Supaya saat pensiun bisa menikmati hasil
jajan selama menjabat. Sementara , banyak masyarakat yang setelah pension tidak
punya apa-apa bahkan kerja keras sampai meninggal dunia. Berapa banyak jumlah
pengganguran? Berapa banyak kepala keluarga yang tinggal di satu rumah? Berapa
jumlah uang rakyat yang dibuang sia-sia untuk menggaji PNS yang tidak kompeten?
Puluhan triliun hilang.
Demo buruh yang tiap tahun dilaksanakan
untuk menuntut kenaikan upah merupakan indicator sederhana bahwa masyarakat
Indonesia masih menggunakan cara semu untuk masalah mereka. Misal saja
perusahaan menaikkan gaji mereka. Maka perusahaan hanya tinggal menaikan pajak
dan didukung oleh inflasi nasional. Lalu para buruh merasa kekurangan uang lagi
dan demo lagi. Begitu saja siklusnya.
Pemahaman materialistic sudah mengakar
kuat. Kerja keras mencari uang sampai-sampai tidak mengerti bahwa nilai uang
semakin turun. Tidak pernah belajar bagaimana membuat system membangun
asset. System yang menghasilkan uang ketika tidur sekalipun. Apakah perlu uang
untuk menghasilkan uang? Tentu saja tidak , gunakan otak dan maksimalkan waktu
kosong untuk belajar.
Yuk langsung saja kita menuju inti
tulisan ini. Perhatikan dapur rumah mu masing-masing. Berapa jumlah cabai yang
dibutuhkan dalam sebulan? “Gak kok, suami dan anak-anak doyan makan tanpa cabe”
celetuk seorang ibu paruh baya. Tiba-tiba aku lihat ibu itu demo kenaikan harga
cabai dan sembako.
Perlu diketahui bahwa harga sembako,
terutama cabai merupakan penyumbang inflasi di Negara +62. Hayo siapa yang
sering mengeluh harga barang tiap tahun naik. Salahkan saja cabai ini. Harga cabai merah menyumbang lebih dari separuh
inflasi yaitu 0,15 persen di tahun 2019 ucap Gubernur Bank Indonesia.
Maka tunggu apalagi,
lihatlah sekeliling rumah adakah lahan kosong yang bisa digunakan? Kalau ada ,
segera tanam cabai untuk menjaga nilai rupiah. Kalau tidak ada , bisa gunakan
media paralon yang menghemat tempat. Selamat anda sudah menjadi pahlawan rupiah
keluarga dan bangsa. Sematkan nama anda menjadi nama jalanan karena anda berhak
mendapatkannya hehe.
Menuju masalah kedua adalah jumlah impor komoditas pangan yang belum juga
turun. Malah semakin merangkak naik. Impor bahan pangan
membengkak sepanjang semester I/2018. Komoditas seperti beras, kedelai, gula
dan garam menjadi penyumbang terbesar pembelian barang konsumsi dari luar
negeri pada periode tersebut.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, nilai impor
barang konsumsi sepanjang Januari—Juni 2018 mencapai US$8,18 miliar, naik
21,64% secara year on year (yoy). Menurutnya, komoditas
pangan menjadi penyumbang terbesar kenaikan impor barang konsumsi tersebut.
Permasalahannya adalah siapa yang mau memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia?
Sementara jumlah petani semakin berkurang. BPS 2018 melansir,
pekerja di sektor pertanian tercatat 35,7 juta orang atau 28,79 persen dari
jumlah penduduk bekerja 124,01 juta jiwa. Sementara di tahun lalu, jumlah
pekerja sektor pertanian di angka 35,9 juta orang atau 29,68 persen dari jumlah
penduduk bekerja 121,02 juta orang. Lalu permasalahannya jumlah lahan semakin
menyusut, mau ditanam dimana komoditas ini? Di bulan? Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut luas lahan baku sawah terus menurun. Catatan mereka pada
2018 lalu, luas lahan tinggal 7,1 juta hektare, turun dibanding 2017 yang masih
7,75 juta hektare.
Maka gunakan jurus yang bernama “Privatisasi”. Di Negara maju mereka lebih
mengoptimalkan pihak swasta/privat untuk membantu mengurangi jumlah
pengangguran, memenuhi komoditas, memenuhi rumah dll. Jadi singkirkan saja
mental-mental bergantung kepada pemerintah. Dimana pemerintah hanya bisa
menarik uang dan menggunakannya untuk menutup utang dan sasaran tidak jelas.
Bayangkan saja masyarakat satu desa mengoptimalkan lahan kosong mereka
untuk memenuhi kebutuhan harian. Mereka mengembangkan bibit dan benih terbaik
sehingga menghasilkan produk yang berkualitas. Jikalau produksi harian bisa
terpenuhi , syukur-syukur bisa memenuhi kebutuhan desa lain. Itu adalah
prioritas terakhir, yang paling utama adalah memenuhi kebutuhan sayur dan
protein keluarga. Berapa ratusan juta yang bisa dipangkas masyarakat satu desa
jika melakukan jurus ini? Karena Negara-negara berkembang menjadi sasaran pasar
Negara yang mampu memenuhi komoditas pangan sendiri.
Kualitas sayuran pun lebih terjamin karena kita mengembangkan benih yang
berkualitas. Kesehatan keluarga lebih meningkat. Sehingga iuran BPJS bisa
digunakan untuk yang lebih membutuhkan. Komoditas sayuran merupakan peluang
yang bisa dikembangkan dan permintaan selalu ada. Jadi harapannya tidak ada
demo buruh lagi. Kalau kita mampu berdaya, tidak ada pajak yang bisa disematkan
kepada pengusaha. Selamat anda telah menjadi pahlawan negeri.
#kampungtangguhsemeru
0 Komentar